Mengenal Lebih Dalam Berbagai Jenis Suku Batak dan Budayanya

suku-batak

Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang dikategorikan ke dalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.

Seorang istri dari putra pendeta Batak Toba bernama Siti Omas Manurung menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak. Lalu Belanda yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut setelah Belanda datang ke tanah Batak. Dengan demikian, istilah “Tanah Batak” dan “rakyat Batak” diciptakan oleh pihak asing.

Namun, sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak mau menyebut dirinya sebagai suku Batak. Sebagian orang Tapanuli juga tidak ingin disebut orang Batak karena perbedaan agama yang mencolok pada orang Batak kebanyakan.

Suku Batak dikenal dengan banyaknya marga yang diambil dari garis keturunan laki-laki. Garis keturunan tersebut akan diteruskan kepada keturunan selanjutnya. Marga tersebut menjadi simbol bagi keluarga Batak. Menurut kepercayaan bangsa Batak, induk marga Batak dimulai dari Si Raja Batak yang diyakini sebagai asal mula orang Batak. Si Raja Batak mempunyai dua orang putra, yakni Guru Tatea Bulan dan Si Raja Isumbaon.

Sejarah

Banyak versi yang menyebutkan asal-usul bangsa Batak. Ada yang mengatakan bangsa Batak berasal dari Thailand, keturunan dari bangsa Proto Malayan. Bangsa ini merupakan suku bangsa yang bermukim di perbatasan Burma dan Siam atau Thailand. Selama ribuan tahun, bangsa Batak juga tinggal dengan keturunan Proto Malayan lainnya, seperti Karen, Igorot, Toraja, Bontoc, Ranau, Meo, Tayal dan Wajo.

Proto Malayan ini pernah dijajah oleh bangsa Mongoloid. Lalu mereka berpencar ke berbagai wilayah dan negara. Misalnya Toraja mendarat di sulawesi, bangsa Tayal kabur ke Taiwan, dan bangsa Ranau mendarat di Sumatera Barat. Sementara Suku Batak mendarat di pantai Barat pulau Sumatera. Di situ suku bangsa Batak terpecah menjadi beberapa gelombang. Gelombang pertama berlayar terus dan mendarat di pulau-pulau Simular, Nias, Batu, Mentawai, Siberut sampai ke Enggano di Sumatera Selatan.

Gelombang kedua mendarat di muara sungai Simpang, sekarang Singkil. Mereka bergerak sepanjang sungai Simpang Kiri dan menetap di Kutacane. Dari situ mereka menduduki seluruh pedalaman Aceh. Itulah yang menjadi orang-orang Gayo, dan Alas.

Adapun gelombang ketiga mendarat di muara Sungai Sorkam, antara Barus dan Siboga. Memasuki pedalaman daerah yang sekarang dikenal sebagai Doloksanggul dan belakangan menetap di kaki Gunung Pusuk Buhit, di tepi danau Toba sebelah barat. Dari situ berkembang dan akhirnya menduduki tanah Batak.

Ada lagi versi yang mengatakan, Suku Batak berasal dari India melalui Barus berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba pada abad ke-6. Barus merupakan wilayah yang ada di Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Orang-orang yang dari India tadi berdagang dan mendirikan di kota dagang Barus. Nama Barus sendiri merupakan barang dagangan yang mereka perdagangkan, yakni kapur Barus.

Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil asal India dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara.

Kesenian

Diantara unsur kebudayaan yang dimiliki suku Batak adalah kesenian. Tari Tor-tor merupakan kesenian yang dimiliki suku Batak. Tarian ini bersifat magis. Ada lagi Tari serampang dua belas yang hanya bersifat hiburan. Sementara alat musik tradisionalnya adalah Gong dan Saga-saga. Adapun warisan kebudayaan berbentuk kain adalah kain ulos. Kain hasil kerajinan tenun suku batak ini selalu ditampilkan dalam upacara perkawinan, mendirikan rumah, upacara kematian, penyerahan harta warisan, menyambut tamu yang dihormati dan upacara menari Tor-tor.

Agama

Bangsa Batak memiliki sistem kepercayaannya sendiri, terutama di daerah pedesaan masih mempertahankan sistem religi atau kepercayaan tersbeut. Orang batak memiliki konsepsi, bahwa alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Debeta Mula Jadi Na Balon. Ia bertempat tinggal di atas langit dan mempunyai nama-nama sesuai dengan tugas dan kedudukannya.

Agama Malim yang dalam bahasa Batak disebut Ugamo Malim adalah bentuk moderen agama asli suku Batak. Agama asli Batak tidak memiliki nama sendiri, tetapi pada penghujung abad kesembilan belas muncul sebuah gerakan anti kolonial. Pemimpin utama mereka adalah Guru Somalaing Pardede. Agama Malim pada hakikatnya merupakan agama asli Batak, namun terdapat pengaruh agama Kristen, terutama Katolik, dan juga pengaruh agama Islam.

Agama ini tidak mengenal Surga atau sejenisnya,sepeti agama umumnya, selain Debata Mula jadi Na Bolon (Tuhan YME) dan Arwah-arwah leluhur, belum ada ajaran yang pasti reward atau punisnhment atas perbuatan baik atau jahat, selain mendapat berkat atau dikutuk menjadi miskin dan tidak punya turunan. Tujuan upacara agama ini memohon berkat dari Debata Mula jadi Na bolon (Tuhan YME), dari Arwah-arwah leluhur, juga dari Tokoh-tokoh adat atau kerabat-kerabat adat yang dihormati, seperti Kaum Hula-hula (dari sesamanya).

Tuhan dalam kepercayaan Malim adalah “Debata Mula Jadi Na Bolon” (Tuhan YME) sebagai pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh “Umat Ugamo Malim” (“Parmalim”). Agama Malim terutama dianut oleh suku Batak Toba di provinsi Sumatera Utara. Sejak dahulu kala terdapat beberapa kelompok Parmalim namun kelompok terbesar adalah kelompok Malim yang berpusat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kab. Toba Samosir. Hari Raya utama Parmalim disebut Si Pahasada (yaitu ‘[bulan] Pertama’) serta Si Pahalima (yaitu ‘[bulan] Kelima) yang secara meriah dirayakan di kompleks Parmalim di Huta Tinggi.

Namun, saat ini agama yang mendominasi bangsa Batak adalah Islam dan Kristen. Tetapi agama Kristen merupakan agama mayoritas suku Batak saat ini.

Daerah masuk dan penyebaran Islam adalah batak bagian selatan. Sementara daerah penyebaran Kristen meliputi daerah adalah batak bagian utara. Islamisasi di Batak dilakukan oleh para pedagang dari Minangkabau. Mereka mengawini para perempuan Batak dan secara perlahan masyarakat Batak banyak yang memeluk agama Islam. Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan islamisasi besar-besaran atas Batak Mandailing dan Angkola.

Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara juga banyak berperan dalam mengislamkan Batak Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur.

Adapun penyebaran agama Kristen dilakukan oleh seorang misionaris asal Jerman tahun 1861. Sebelumnya mereka menerbitkan buku tata bahasa dan kamus Batak-Belanda. Dengan tujuan mereka dapat memudahkan penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh orang Kristen Jerman dan Belanda. Sasaran mereka adalah Batak Toba dan Simalungun. Batak Karo juga menjadi sasaran misionaris Kristen, sehingga sebagian Batak Karon ada yang memeluk agama Kristen.

Saat penkristenan dilakukan, Batak Karo dan Toba dapat dikristenkan dengan cepat, sehingga pada abad ke-20 agama Kristen menjadi identitas budaya mereka. Saat Belanda menancapkan kolonialisme Belanda di tanah Batak, masyarakat Batak ini tidak banyak melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda.

Kekerabatan

Stratifikasi sosial orang Batak didasarkan pada empat prinsip, yaitu perbedaan tigkat umur, perbedaan pangkat dan jabatan, perbedaan sifat keaslian, dan status kawin. Kelompok kekerabatan suku bangsa Batak berdiam di daerah pedesaan yang disebut Huta atau Kuta menurut istilah Karo. Biasanya satu Huta didiami oleh keluarga dari satu marga. Ada pula kelompok kerabat yang disebut marga taneh yaitu kelompok pariteral keturunan pendiri dari Kuta. Marga tersebut terikat oleh simbol-simbol tertentu misalnya nama marga.

Klen kecil tadi merupakan kerabat patrilineal yang masih berdiam dalam satu kawasan. Sebaliknya klen besar yang anggotanya sdah banyak hidup tersebar, sehingga tidak saling kenal. Tetapi mereka dapat mengenali anggotanya melalui nama marga yang selalu disertakan dibelakang nama kecilnya.

Dalam persoalan perkawinan, dalam tradisi suku Batak seseorang hanya bisa menikah dengan orang Batak yang berbeda klan. Maka dari itu, jika ada yang menikah harus mencari pasangan hidup dari marga lain. Apabila yang menikah adalah seseorang yang bukan dari suku Batak, maka dia harus diadopsi oleh salah satu marga Batak (berbeda klan). Acara tersebut dilanjutkan dengan prosesi perkawinan yang dilakukan di gereja bila agama yang dianutnya adalah Kristen.

Bahasa

Bahasa yang digunakan oleh orang Batak adalah bahasa Batak. Tapi sebagian juga ada yang menggunakan bahasa Melayu. Setiap puak memiliki logat yang berbeda-beda. Orang Karo menggunakan Logat Karo, sementara logat Pakpak dipakai oleh Batak Pakpak, logat Simalungun dipakai oleh Batak Simalungun, dan logat Toba dipakai oleh orang Batak Toba, Angkola dan Mandailing.

Pengetahuan

Orang Batak juga mengenal sistem gotong-royong kuno dalam hal bercocok tanam. Dalam bahasa Karo aktivitas itu disebut Raron, sedangkan dalam bahasa Toba hal itu disebut Marsiurupan. Sekelompok orang tetangga atau kerabat dekat bersama-sama mengerjakan tanah dan masing-masing anggota secara bergiliran. Raron itu merupakan satu pranata yang keanggotaannya sangat sukarela dan lamanya berdiri tergantung kepada persetujuan pesertanya.

Teknologi dan Peralatan

Masyarakat Batak telah mengenal dan mempergunakan alat-alat sederhana yang dipergunakan untuk bercocok tanam dalam kehidupannya. Seperti cangkul, bajak (tenggala dalam bahasa Karo), tongkat tunggal (engkol dalam bahasa Karo), sabit (sabi-sabi) atau ani-ani. Masyarakat Batak juga memiliki senjata tradisional, yaitu piso surit (sejenis belati), piso gajah dompak (sebilah keris yang panjang), hujur (sejenis tombak), podang (sejenis pedang panjang). Unsur teknologi lainnya yaitu alat tenun untuk menenun kain ulos.

Mata Pencaharian

Pada umumnya, mata pencaharian masyarakat Batak adalah bercocok tanam padi di sawah dan ladang. Lahan didapat dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapatkan tanah tadi tetapi tidak boleh menjualnya. Selain tanah ulayat adapun tanah yang dimiliki perseorangan. Selain pertanian, perternakan juga salah satu mata pencaharian suku batak. Hewan yang diternakan antara lain kerbau, sapi, babi, kambing, ayam, dan bebek. Masyarakat yang tinggal di sekitar danau Toba sebagian bermata pencaharian menangkap ikan. Selain itu juga, mereka berprofesi pada sektor kerajinan. Hasil kerajinannya antara lain tenun, anyaman rotan, ukiran kayu, tembikar, dan lainnya yang ada kaitan dengan pariwisata.

Etnis Dalam Suku Batak (Sama Suku, tapi Beda Etnis).

Indonesia mungkin kalian pernah mendengar. kata Islam Muhammadiyah, NU, ataupun Persis. sama halnya juga Suku Batak.. dimana ada Suku di dalam Suku . atau di sebut macam – macam suku di dalam Suku batak . dan batak pun dikenal karena orang orang hebat di dalam pemerintahaan. antara lain ada Pengacara ternama dan beberapa Pejabat. yang jika kalian mendengar logatnya. kalian sudah tau dia orang batak hehehe. karena memang keunikan orang indonesia. bisa di denger dari logat cara bicaranya.

apa aja sih suku yang di maksud ..

1. Batak Toba 

Suku Batak Toba, adalah satu etnik dari sekian banyak rumpun Batak yang terdapat di Sumatra. Wilayah pemukiman suku Batak Toba meliputi kabupaten Toba Samosir yang terdiri dari Balige, Laguboti, Parsoburan dan sekitarnya.

Pada masa dahulu wilayah suku Batak Toba berada di Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah, yang disebut sebagai satu kesatuan etnis saja, yaitu suku Batak Toba. Tetapi karena terdapat perbedaan letak geografis dan pembagian distrik, maka saat ini suku Batak Toba dibagi menjadi beberapa puak Batak, yang disebut sebagai Rumpun Tapanuli yang saling berkerabat dekat secara kultural, yaitu suku Batak Toba, Batak Samosir, Batak Humbang dan Batak Silindung.

Selain beberapa puak tersebut tadi, suku Batak Toba juga masih berkerabat dengan suku Batak Angkola dan Batak Mandailing. Salah satu kedekatan antara beberapa puak di atas adalah dapat dilihat dari mayoritas penduduk asli suku Batak Toba adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Ke 6 marga tersebut adalah keturunan dari Guru Mangaloksa, salah satu anak Raja Hasibuan dari wilayah Toba.

Demikian juga dengan marga Nasution yang banyak tinggal di wilayah Padang Sidempuan adalah saudara kandung marga Siahaan dari Balige, kedua marga ini berasal dari keturunan leluhur yang sama.

Masyarakat suku Batak Toba, pada dasarnya hidup sebagai petani dan sebagai nelayan bagi yang bermukim di pesisir danau Toba. Tetapi saat ini berbagai bidang profesi telah mereka jalani, seperti pedagang, bekerja di sektor swasta maupun di sektor negeri. Tidak sedikit orang Batak Toba yang sukses di perantauan, menjadi pejabat penting di pemerintahan, pengacara maupun sebagai pengusaha sukses.

2. Batak Simalungun


Suku Batak Simalungun, adalah salah satu etnik Batak yang terkonsentrasi di kabupaten Simalungun provinsi Sumatra Utara. Wilayah kediaman suku Batak Simalungun berada di antara 2 etnik batak lainnya, yaitu suku Karo yang berada di kabupaten Tanah Karo dan suku Toba. Bahasa Simalungun sendiri memiliki kemiripan dengan bahasa Karo maupun bahasa Toba.

Sehingga bahasa Simalungun disebut sebagai bahasa batak tengah. Sebagian orang Simalungun saat ini percaya bahwa asal usul orang Simalungun, dikatakan berasal dari India, tepatnya dari daerah Assam, India Selatan, dari suatu tempat yang bernama Asom. Dilihat dari adat istiadat dan tradisi budaya orang Simalungun banyak memiliki kemiripan dengan adat istiadat dan tradisi budaya Batak Karo maupun Batak Toba.

Hal ini mengindikasikan kemungkinan besar suku Simalungun beserta suku Batak Karo dan Batak Toba berasal dari suatu tempat yang sama. Orang Simalungun berbicara dalam bahasa Simalungun sebagai bahasa sehari-hari. Awal masuknya agama Kristen ke wilayah Simalungun di masa lalu, para penginjil RMG menggunakan bahasa Toba untuk menyebarkan agama Kristen pada masyarakat suku Simalungun. Pada umumnya orang Batak Simalungun bisa memahami bahasa Batak Toba, yang menjadi bahasa pengantar pada masa lalu di wilayah sekitar Danau Toba.

 Dalam mitos orang Simalungun, dikatakan bahwa manusia awalnya dikirim oleh oleh Naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang bisa berdiam dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya, sehingga benda-benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang mati sebagai Simagot.

Baik Sinumbah maupun Simagot harus diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai keuntungan dari kedua sesembahan tersebut. Masyarakat Simalungun adalah patrilineal. Marga diturunkan kepada generasi berikutnya melalui pihak laki-laki. Orang yang memiliki marga yang sama adalah berarti sebagai saudara seketurunan sehingga dipantangkan (tidak diperbolehkan) untuk saling menikah.

Marga-marga pada suku Simalungun terdiri atas 4 marga asli, yaitu: • Damanik • Purba • Saragih • Sinaga Keempat marga di atas berasal dari marga para Raja-Raja di Simalungun. Selain itu ada juga marga-marga yang berasal dari luar Simalungun yang sejak dahulu ikut menetap di wilayah adat Simalungun, kemudian menjadi sub-bagian dari 4 marga di atas.

3. Batak Karo

Karo adalah salah Suku Bangsa yang mendiami Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara, Indonesia. Suku ini merupakan salah satu suku terbesar dalam Sumatera Utara. Nama suku ini dijadikan salah satu nama Kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami (dataran tinggi Karo) yaitu Tanah Karo.

Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo atau Cakap Karo. Pakaian adat suku Karo didominasi dengan warna merah serta hitam dan penuh dengan perhiasan emas. Karo dianggap sebagai bagian dari suku kekerabatan Batak, seperti kekerabatan Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Simalungun, Batak Pak-Pak atau Dairi, dan Batak Karo.

Namun kebanyakan masyarakat suku Karo menggap bahwa mereka bukanlah bagian dari kekerabatan Batak tersebut, tetapi Karo adalah suku yang berdiri sendiri. Suku Karo juga sering disebut suku Batak Karo. Hal ini dikarenakan banyaknya marga, kekerabatan, kepercayaan, dan geografis domisilinya yang dikelilingi etnis-etnis yang dikatakan Batak.

Orang Karo menyebut dirinya kalak Karo, orang diluar Karo dan tidak mengenal Karo-lah yang kemudian memanggil mereka Batak Karo. Benar tidaknya Karo ini dikatakan Batak, tergantung pada persepsi Batak yang ditawarkan.

Sebab, jika konsep Batak yang ditawarkan adalah Batak yang didasarkan pada hubungan vertikan(geneologi/keturunan darah) seperti yang berlaku di Toba-Batak, bahwa Si Raja Batak adalah nenek moyang bangsa Batak, maka Karo bukanlah Batak! Hal ini dikarenakan eksistensi Karo yang teridentifikasi lebih awal dibandingkan kemunculan Si Raja Batak ini( Karo jauh sudah ada sebelum kemunculan Si Raja Batak diabad ke-13 Masehi) yang didasarkan pada fakta sejarah, logika, dan tradisi di Karo dan suku-suku lainnya yang dikatakan Batak.

Namun, jika batak yang didasarkan pada kekerabatan horizontal (solidaritas, teritorial, dan geografis) maka Karo adalah bagian dari Batak.

4. Batak Pakpak

Suku Batak Pakpak, adalah suatu kelompok masyarakat yang terdapat di beberapa kabupaten di provinsi Sumatra Utara dan di sebagian wilayah provinsi Nanggroe Aceh. Orang Batak Pakpak, berbicara dalam bahasa sendiri, yaitu bahasa Pakpak. Sedangkan di Kelasen bahasa Pakpak disebut sebagai bahasa Dairi.

Bahasa Pakpak ini merupakan cabang dari rumpun bahasa Austronesia, yang termasuk dari salah satu cabang dari rumpun bahasa Batak. Bahasa Batak Pakpak memiliki kekerabatan dengan bahasa Batak Karo, tapi bahasa Pakpak juga banyak mirip dengan bahasa Batak Toba. Pemakai bahasa Pakpak sendiri mengalami penurunan diakibatkan banyaknya arus pendatang di luar suku Pakpak yang memasuki wilayah mereka.

Para generasi muda semakin enggan menggunakan bahasa Pakpak dalam pergaulan sehari-hari. Perkimpoian dengan suku di luar suku Pakpak, serta pengaruh bahasa-bahasa dari para pendatang turut mempengaruhi kelestarian bahasa Pakpak. Sepertinya hal ini perlu mengalami perubahan yang berarti agar bahasa Pakpak tidak hilang di daerahnya sendiri.

Dalam bahasa Batak Pakpak ada suatu ucapan khas, yaitu “Njuah-Njuah”, yang berarti “semoga sehat selalu”. Marga-marga Pakpak, secara keseluruhan: Anak Ampun, Angkat, Bako, Bancin, Banurea, Berampu, Berasa, Berutu, Bintang, Boang Manalu, Capah Cehun, Cibro, Cibero Penarik, Gajah, Gajah Manik, Goci, Kaloko, Kabeaken, Kesogihen, Kombih, Kudadiri, Kulelo, Lembeng, Lingga, Maha, Maharaja, Manik, Manik Sikettaang, Manjerang, Matanari, Meka, Mucut, Mungkur, Munte, Padang, Padang Batanghari, Pasi, Pinayungen, Simbacang, Simbello, Simeratah, Sinamo, Sirimo Keling, Solin, Sitakar, Sagala, Sambo, Saraan, Sidabang, Sikettang, Simaibang, Tendang, Tinambunan, Tinendung, Tinjoan, Tumangger, Turuten, Ujung.

5. Batak Mandailing/angkola

Suku Batak Mandailing/angkola adalah salah satu suku dari sekian banyak Rumpun Batak yang telah lama hidup dalam suatu komunitas di kabupaten Mandailing-Natal, penyebaran juga terdapat di kabupaten Padang Lawas, kabupaten Padang Lawas Utara, dan sebagian kabupaten Tapanuli Selatan yang berada di provinsi Sumatera Utara.

Orang Mandailing/angkola juga menyebar hingga ke wilayah provinsi Sumatra Barat, seperti di kabupaten Pasaman dan kabupaten Pasaman Barat. Suku Mandailing/angkola memiliki adat, budaya dan bahasa sendiri. Mereka berbicara dalam bahasa Mandailing/angkola. Bahasa Mandailing/angkola sendiri sangat berkerabat dengan bahasa Batak Toba.

Dilihat dari tradisi budaya, adat dan bahasa terdapat keterkaitan erat di masa lalu antara suku Batak Mandailing/Angkola dengan suku Batak Toba dan Padang Lawas. Selain itu mereka juga diperkirakan masih terkait hubungan di masa lalu dengan suku Batak Rokan dan suku Rao. Suku Mandailing/Angkola ini berada di antara beberapa kebudayaan besar, yaitu budaya Batak Toba dan budaya Minangkabau.

Pada suatu sisi suku Mandailing/Angkola sebagai bagian dari rumpun Batak, tapi keberadaan mereka sempat diklaim berasal dari Minangkabau. Apabila dilihat dari struktur fisik, budaya, tradisi, adat-istiadat serta bahasa pada masyarakat suku Mandailing/Angkola, bahwa suku Mandailing/Angkola ini lebih berkerabat dengan suku Batak Toba, dibanding dengan suku Minangkabau. Selain itu marga-marga yang ada pada suku Mandailing/Angkola juga banyak yang sama dengan marga-marga pada suku Batak Toba.

Sedangkan dengan suku Minangkabau, sangat berbeda dari struktur fisik, budaya, tradisi, adat-istiadat serta bahasa pada masyarakat suku Mandailing/Angkola sangatlah berbeda. Hanya karena pada suku Minangkabau terdapat salah satu suku/marga Mandaihiliang, oleh karena itu suku Minangkabau mengklaim bahwa Mandailing/Angkola berasal dari salah satu marga/suku dari suku Minangkabau tersebut.

Suku Mandailing/Angkola sendiri menganut paham kekerabatan patrilineal, tapi akhir-akhir ini ada yang menerapkan sistem matrilineal. Di Mandailing terdapat marga-marga, seperti: Lubis, Nasution, Harahap, Pulungan, Batubara, Parinduri, Lintang, Hasibuan, Rambe, Dalimunthe, Rangkuti, Tanjung, Mardia, Daulay, Matondang, Hutasuhut dan lain-lain.

Marga-marga yang terdapat di Tanah Mandailing Godang, banyak memiliki pertalian dengan marga-marga dari Batak Utara (Batak Toba). Tapi karena telah terpisah sejak berabad-abad, dan banyak terjadi missing link, maka marga-marga Mandailing/Angkola saat ini telah berkembang menjadi beberapa aliran marga tersendiri. (lihat marga Mandailing) Penduduk suku Batak

Mandailing/Angkola mayoritas adalah beragama Islam. Berbeda dengan orang Batak Toba yang beragama Kristen. Tapi kedua suku bangsa ini berawal dari sejarah asal usul yang sama. Banyak persamaan dalam kebiasaan orang Batak Mandailing/Angkola dengan kebiasaan orang Batak Utara (Toba).

sumber

One thought on “Mengenal Lebih Dalam Berbagai Jenis Suku Batak dan Budayanya

Leave a comment